Bali Overview Accommodation Dining Travel MICE Trading Art Galleries Fashion Textile Adventure Jewelry Advertise Others Contact
 
Play Group  
Kindergarten  
Elementry/Junior High School  
High School  
College  
University  
Courses & Degrees  
International School  
Folks Tale  
Story  
Others  
 
All About Bali  
Useful Info  
Company Info  
Site Map  
Advertise  
Contact  
Help  
Home  
Home > Education > FolksTale > Anawangguluri dan Oheo - Sulawesi Tenggara
 
Anawangguluri dan Oheo - Sulawesi Tenggara
 
 
Dahulu, ada seorang pemuda bernama Oheo. Pekerjaannya sehari-hari adalah bertani. Pada suatu hari Oheo membuka kebun di hutan. Kebun itu ditanami tebu yang tumbuh dengan subur.

Pada saat tanaman tebunya tua, banyak burung nuri yang turun mandi di sungai dekat kebun itu. Sebelum mandi, burung-burung itu lebih dahulu makan tebu. Sehingga ampas tebu berhamburan di tepi sungai. Melihat kejadian itu Oheo sangat kesal dan jengkel pada burung-burung itu.

Suatu ketika Oheo pergi mengintip burung-burung itu. Namun apa yang dilihatnya sungguh membuatnya tercengang. Ia melihat tujuh orang bidadari cantik sedang mandi. Bidadari-bidadari itu turun dari khayangan. Pakaian mereka diletakkan di pinggir sungai.

Dengan hati berdebar-debar, Oheo merayap menuju ke tempat pakaian-pakaian itu. Dengan cepat Oheo mengambil sebuah pakaian bidadari itu. Kemudian ia segera pulang. Disimpannya pakaian itu dalam ujung kasau bambu dekat jendela. Sesudah itu, Oheo kembali mengintip perilaku para bidadari yang sedang mandi.

Usai mandi, para bidadari bergegas mengenakan pakaian mereka masing-masing. Yang sudah selesai berpakaian langsung terbang tanpa menunggu yang lainnya.

Satu demi satu mereka terbang. Tinggallah seorang bidadari yang mondar--mandir mencari pakaiannya. Tentu saja tidak tertemukan. Tidak berapa lama muncullah Oheo, si biang keladi yang menyebabkan sang bidadari terus berendam di dalam air.

Sambil tetap berendam dalam air karena malu, Anawangguri nama bidadari itu bertanya kepada Oheo. “Apakah engkau melihat pakaianku disini?

Tidak,” jawab Oheo.

Anawangguluri semakin sedih. “Tolonglah aku, Oheo. Kasihanilah daku. Kakak-kakakku sudah terbang semua,” tutur Anawangguluri.

Lama-kelamaan Oheo merasa iba kepadanya. “Aku akan memberikan pakaianmu, asal kau mau kawin denganku,” tuturnya.

Anawangguluri menerima permintaan itu. Namun, Anawangguluri minta kepada Oheo, “Bila di kemudian hari kita mempunyai anak, maka kaulah yang membersihkan kotoran anak kita,” tutur Anawangguluri.

Oheo pun menerima permintaannya. Maka kawinlah mereka. Sejak saat itu hidup mereka aman dan bahagia.

Pada suatu ketika lahirlah anak mereka. Seperti dalam perjanjian semula bahwa, setiap anaknya buang air besar maka Oheolah yang membersihkannya. Begitulah seterusnya.

Sekali waktu, Oheo sedang mengayam atap di halaman rumah. Sementara itu anak mereka buang air besar lagi. Maka Anawangguluri memanggil suaminya. Namun, kali ini dia menolak panggilan istrinya. Berkali-kali istrinya memanggil, tetapi tetap ditolaknya, bahkan Oheo berkeras dan menyuruh istrinya untuk membersihkan kotoran itu. Anawangguluri sempat berkata, “Apakah kamu telah melupakan janjimu dahulu sebelum kita kawin?

Oheo menjawabnya dengan nada keras, “Tak usah mengingat lagi yang lama.“ Anawangguluri bertambah sedih.

Sambil berderai air matanya, ia membersihkan kotoran anaknya itu. Kemudian Anawangguluri berdiri ke depan jendela sambil menyaksikan pemandangan alam. Pandangan matanya dilemparkan kesana kemari, melihat ke angkasa. Tiba-tiba terlihat olehnya pakaiannya diujung kasau bambu itu. Dengan tangan yang gemetar, perlahan-lahan ia menarik pakaian itu.

Kiranya pakaian itu masih utuh. Alangkah senang hatinya ia duduk kembali menggendong anaknya sambil mencumbuinya. Diciumi anaknya, sesudah itu diletakkannya kembali di lantai seraya memanggil suaminya.

Oheo, jagalah anakmu ini, aku akan kembali ke kayangan.

Mula-mula dia tidak percaya akan hal itu. Setelah dua kali dipanggilnya, Oheo beranjak dari duduknya halaman rumah. Sampai di dalam rumah, Anawangguluri telah terbang lagi dan hinggap di pohon pinang. Oheo mengejarnya terus, tetapi sia-sia. Anawangguluri terbang terus dan hinggap lagi di pohon kelapa. Akhirnya, ia terbang ke angkasa kembali ke kayangan.

Oheo merasa sedih, menyesali perbuatannya. Ia merasa bingung karena ditinggali anak kecil. Bagaimana cara merawat anak kecil, ia sendiri bingung. Itu sebabnya, ia berusaha berkeliling minta bantuan kepada siapa saja yang mau mengantarkannya ke angkasa. Berhari-hari ia keliling, tetapi belum ada yang mengaku bisa mengantarnya ke angkasa.

Pada suatu ketika ada sejenis tumbuhan bernama “Ue-Wai” mengaku mau mengantarkan Oheo ke khayangan. Tetapi dengan syarat Oheo harus membuatkan Ue-Wai cincin untuk dipasang pada setiap tangkai daun.

Permintaan Ue-Wai itu dipenuhinya. Ue-Wai menyuruh Oheo duduk di tangkainya kemudian menggendong anaknya erat-erat. Sebelum tumbuhan itu menjulang ke angkasa, lebih dahulu, Ue-Wai memberikan petunjuk kepada Oheo. “Setelah kita berada di angkasa, kita akan mendengarkan bunyi keras. Bunyi pertama, tutup matamu erat-erat. Bunyi kedua bukalah matamu!

Petunjuk itu harus diikutinya. Benar juga, setelah berada diangkasa, bunyi keras meledak. Mata Oheo ditutupnya erat-erat. Bunyi kedua, membuka mata. Alangkah kagetnya ketika itu sudah berada di halaman istana raja khayangan. Sementara itu, putri-putri raja sedang berjalan-jalan disekitar istana. Salah seorang dari putri itu, melihat Oheo sedang duduk di halaman. Kejadian itu segera dilaporkan kepada ayahnya, Tuan Raja. “Coba perhatikan manusia itu, jangan-jangan Oheo bersama anaknya,” titah Raja.

Setelah diperhatikan ternyata benar, bahwa yang datang itu adalah manusia dari bumi bernama Oheo, yang sedang mencari istrinya. Oheo tidak diperkenankan bertemu dengan istrinya, Anawangguluri, kecuali kalau lulus dalan ujian berat. Ujian itu adalah Oheo harus mampu menumbangkan batu besar, sebesar istana, kemudian harus memungut bibit padi yang dihambur di padang rumput tanpa sisa dan masih ada ujian berat lainnya. Ujian pertama lulus dengan dibantu oleh tikus, burung dan hewan lain. Ujian yang terberat lagi, yaitu harus dapat bertemu dengan istrinya dalam sebuah tempat tidur di waktu malam gelap gulita. Sementara itu tempat tidur sama bentuknya.

Ia diperintahkan oleh raja. Ia harus menemukan istrinya. Kalau tidak dapat, jiwanya akan terancam. Disaat itulah ia merasa tidak mampu memecahkan masalah. Sementara ia termenung, datanglah kunang-kunang seraya bertanya kepada Oheo. “Apa gerangan yang membuat engkau bingung?

Aku mempunyai masalah berat. Sulit rasanya mencari istriku di dalam gelap gulita ini, sementara bentuk tempat tidur sama, muka istriku dengan saudara-saudaranya yang lain itu sama pula.

Jangan khawatir, ikutilah aku. Aku terbang, dimana aku hinggap disitulah istrimu.

Hati Oheo sungguh gembira sekali mendengar petunjuk itu. Ia memperhatikan kunang-kunang terbang.

Tiba-tiba kunang-kunang itu hinggap pada sebuah tempat tidur. Dengan hati gemetar, Oheo masuk ketempat tidur itu. Ternyata, memang benar disitulah istrinya. Anaknya pun merasa bahagia dapat tidur bersama ibunya lagi.

Keesokan harinya sang raja memerintahkan mereka untuk segera turun ke bumi. Anawangguluri merasa sedih hati ketika mendengar perintah ayahnya itu. Sebaliknya, Oheo merasa gembira sekali. Mereka segera mempersiapkan peralatan secukupnya untuk segera turun ke bumi. Setelah dipersiapkan segala sesuatunya, turunlah mereka ke bumi dengan tali. Dalam sekejap saja mereka telah sampai di bumi dengan selamat.

Sampai dibumi, Oheo bersama keluarganya mulai membentuk kembali keluarga baru. Oheo mulai membuka kebun baru. Kebun itu ditanami dengan padi dan tanaman lainnya. Dengan hasil kebun itu, Oheo bersama keluarganya hidup sejahtera dan bahagia.

Cerita ini erat kaitannya dengan lingkungan hidup. Ketika Oheo dalam kesulitan ia ditolong oleh tanaman, hewan dan serangga hingga sampai di khayangan. Ini disebabkan Oheo memang akrab dengan lingkungan hidup dan selalu menjaga alam sekitar dan melestarikannya.
 
Copyright © 2005, Bali Directory Designed and Managed by bali3000