Bali Overview Accommodation Dining Travel MICE Trading Art Galleries Fashion Textile Adventure Jewelry Advertise Others Contact
 
Play Group  
Kindergarten  
Elementry/Junior High School  
High School  
College  
University  
Courses & Degrees  
International School  
Folks Tale  
Story  
Others  
 
All About Bali  
Useful Info  
Company Info  
Site Map  
Advertise  
Contact  
Help  
Home  
Home > Education > FolksTale > Kecil Tapi Perkasa
 
Kecil Tapi Perkasa
 
Di pinggir kota Payakumbuh, di ujung desa goto nan Ampek, ada sebuah goa besar. Kalau orang berada di dalamnya serasa dalam istana raja zaman dahulu kala. Di bagian tengah lantai terhampar sesusun batu yang permukaannya rata, seperti meja bersegi empat tempat para bangsawan duduk berunding dikelilingnya.

Pada dinding, hampir dekat tutup gua, terlihat beberapa lubang yang besarnya seukuran tubuh, seolah itu adalah tempat persembunyian pengawal bila musuh menyerbu. Pada bagian ujung dekat mulut gua ada sebuah lubang besar yang tembus diantara dua bukit batu kapur. Lubang itu seolah merupakan tempat meninjau keadaan sekitarnya.

Gua itu terletak di puncak bukit kapur. Dekat di pintu masuk terdapat sebuah batu seperti topi baja tengkurap. Bila dipukul dengan batu sebesar tinju, kedengaran suaranya. “Gung......gung....guuuuu” bunyinya.

Seolah bunyi gong yang dipukul untuk memberi tahu ada musuh yang datang. Orang menamakannya Batu Beragung, yang artinya batu bergong. Gua itu dinamakaan Ngalau si Bincik.

Si Bincik adalah seorang laki-laki bertubuh kecil. Meski tubuhnya kecil, dia termasuk orang yang waktu mudanya jadi berandalan. Bila ada keramaian, dia selalu hadir. Kegemarannya berjudi. Dalam berjudi dia sangat pintar. Dia mulai bertaruh dengan uang yang sedikit. Kalau dia menang, semua dipasang sebagai taruhan. Kalau menang lagi semuanya dipasang lagi. Bila kalah dimulai lagi dengan uang yang sedikit. Begitulah seterusnya yang dia lakukan. Si Bincik baru berhenti kalau bandar judi tidak memperbolehkan dia ikut lagi. Lalu uang kemenangan itu dibaginya kepada teman-teman sesama berandalan.

Akan tetapi, kalau dia kalah dan uangnya habis, si Bincik akan mencuri agar dapat modal untuk berjudi lagi. Dan bila kepergok, ia akan di hajar hingga babak belur. Namun, di kampung si Bincik sendiri tidak pernah terjadi kerusuhan. Keadaan itu berakibat buruk bagi penduduk kampung. Semua penduduk kampung yang kena rampok akan memusuhi penduduk kampung si Bincik sehingga hubungan dagang pun terhenti. Orang kampung si Bincik,tidak dapat lagi membeli dan menjual dikampung yang lain.

Lama-lama hal itu sangat merugikan kampung si Bincik. Maka beramai-ramai orang kampungnya meminta agar anak buahnya jangan lagi merampok orang kampung lain. Si Bincik memanggil semua teman berandalannya, “Jangan merampok lagi,” kata si Bincik.

Kata-kata si Bincik disambut dengan gelak tertawa oleh teman-temannya.

Aku bilang, jangan merampok lagi,” kata si Bincik denngan keras mengatasi tertawa tema-temannya. Tertawa teman-temannya menjadi terbahak-bahak.

Sekali lagi si Bincik melarang dengan membentak keras. Semua berandalan itu kini terdiam. Namun, salah seorang yang bertubuh besar dan berewok tiba-tiba mengangkat si Bincik tinggi-tinggi dengan kedua belah tangannya yang besar dan berotot. Mengayun-ayunkannya ke kiri ke kanan dan memutar-mutarnya sambil tertawa terkakah-kakah. Si Brewok itu sudah lama iri hati pada si Bincik yang orang kecil itu.

Kemudian si Bincik dilemparnya ke yang lain. Yang lain melemparkannya pula ke yang lain lagi. Begitu seterusnya sampai tiba giliran si Brewok lagi. Namun, dia ini tidak melemparkan si Bincik ke temannya seperti semula. Si Bincik dia lempar ke jurang.

Si Bincik tidak tahu sudah berapa lama dia dalam jurang itu. Ketika dia sadar, keadaan dikelilingnya sudah gelap. Ketika hendak bangun, seluruh tubuhnya dirasa sakit dan perih. Dia tidak berdaya. Kaki kiri dan tiga tulang iganya patah.

Hai, siapa pun yang ada disini, tolong beri aku kekuatan,” seru si Bincik. Tidak ada jawaban. Suasana kian sepi.

Sekali lagi dia berseru, “Hai, siapa pun yang ada disini. Kalau kau memang ada, beri aku kekuatan. Aku berjanji, apa pun yang kau kehendaki, akan aku penuhi.

Dedaunan disekitarnya terdengar berdesir. Sebuah bayangan tipis seperti manusia muncul. Bayangan itu berkata, “Aku beri engkau kekuatan, kekebalan, dan keberuntungan. Tapi janji apa yang akan kau berikan kepadaku?

Apa saja yang kau mau," seru si Bincik pula.

Putriku tertimbun oleh reruntuhan batu di puncak bukit. Kalau engkau dapat menemuinya hidup, aku penuhi janjiku. Kekuatan, kekebalan, dan keberuntungan. Kalau kau temui putriku sudah mati, aku ambil nyawamu sebagai pengganti nyawa putriku," kata bayangan tipis itu.

Si Bincik ingat tubuhnya yang kecil, yang tak akan kuat membokar runtuhan batu di puncak bukit itu. Lalu katanya, ”Kalau aku tidak mau?

Engkau akan mati disergap harimau yang banyak di sini," jawab bayangan itu.

Otak si Bincik menimbang-nimbang, kalau aku tidak mau, aku akan mati disergap harimau. Kalau aku mau, tapi tidak berhasil usahaku, ku akan mati juga. Namun, akan ada seseorang yang akan hidup lagi.

Lalu ia berkata, “Keberuntungan apa yang akan aku dapati kalau aku berhasil?

Putriku akan jadi istrimu,“ jawab bayangan itu.

Baiklah,” kata si Bincik pula.

Bayangan itu pun lenyap,. Rasa sakit seluruh tubuh si Bincik pun lenyap.

Tak terhitung siang dan malam si Bincik membongkar reruntuhan batu itu. Sampai akhirnya dia menemukan putri itu. Masih hidup dan alangkah cantiknya dia. Tanpa disangkanya, bekas timbunan yang dibongkarnya menjadi sebuah gua yang besar. Maka dijadikanlah gua itu sebagai kediamannya.

Sekali waktu, si Bincik merindukan ke dua orang tuanya. Maka pulanglah dia ke kampungnya. Namun, kampung itu telah sepi. Tak seorang pun juga yang di temuinya. Dicarinya keterangan dari penduduk di kampung-kampung di sekitarnya. Didapatlah keterangan bahwa kampungnya telah ditinggalkan penduduk karena dihancurkan oleh penduduk kampung yang lain. Kampung itu diserang karena di kampung itu si Koduk yang berewok telah menjadi raja. Bersama teman-temannya yang berandalan tak henti-hentinya merampok kampung-kampung lain.

Bertekadlah si Bincik mencari ibu bapaknya dan si Koduk sampai dapat. Siang dan malam ia mencari. Yang pertama ditemukannya ialah pusara ibu bapaknya pada suatu desa kecil. Hatinya sangat sedih dan juga marah pada si Koduk yang telah menyebabkan kematian kedua orang tuanya.

Didatanginya kampung-kampung yang dirampok si Koduk. Sampai hampir setahun dia mencari, si Koduk tak kunjung di temukan. Lalu dia ingat akan istrinya yang sudah begitu lama ditinggalkannya.

Ketika si Bincik sampai di gua itu, di pintu gua dia dihadang oleh berandalan si Koduk. Berkat kekuatan dan kekebalannya, mereka semua dapat dikalahkan si Bincik dalam waktu yang singkat. Ketika si Koduk tahu bahwa anak buahnya yang sebanyak itu dapat dikalahkan, demi melihat si Bincik datang, larilah dia keujung gua. Dari sana dia mau melompat kebawah. Namun, karena rasa takut yang luar biasa, kakinya tergelicir. Dia jatuh jauh ke bawah bukit. Dia pun mati.

Semua berandalan anak buah si Koduk, yang dulu adalah temannya juga, di nasehatinya setelah mereka sadar dari pingsan. Katanya, “Kalian memang pemberani. Tapi berani kalian merampok rakyat yang lemah. Cobalah keberanian itu kalian gunakan utuk melindungi rakyat dari kejahatan.

Entah karena hormat atau takut pada si Bincik, semua mereka berjanji akan mengikuti si Bincik. Sejak itu, amanlah kampung sekitarnya dari kejahatan. Berandalan lainpun tidak berani. Merasa ngeri sendiri mendengar berita kekuatan dan kekebalan si Bincik.

Lama kemudian, pecahlah perang Paderi melawan belanda yang mau menguasai seluruh Minangkabau. Belanda dengan cerdik menggunakan gerombolan perampok meneror penduduk kampung yang tidak mau tunduk. Ada kalanya pula membawa gerombolan itu ikut menyerbu kampung yang kuat perlawanannya. Kampungnya sendiri diduduki tentara Belanda.

Si Bincik dan teman-temannya tidak tahan mendengar berita kejahatan tentara Belanda yang telah sampai kekampung halamannya. Mereka langsung bergabung dengan Paderi.

Namun, karena anggotanya sedikit, cara perangnya bergerilya.Akhirnya, si Bincik menjadi musuh Belanda nomor satu di daerah itu. Dia dicari dan diburu. Belanda memasang mata-mata di mana-mana untuk mengetahui si Bincik berada. Sampai pada suatu saat gua persembunyian si Bincik dikepung dan diserbu. Namun, si Bincik tidak ada. Sampai lama setelah perang berakhir, tidak seorangpun yang tahu, dimana si Bincik berada. Entah tertangkap atau terbunuh atau dapat lari keseberang laut. Yang diketahui orang ialah sebuah gua di pinggir kota Payukumbuh yang bernama Ngalau si Bincik.
 
Copyright © 2005, Bali Directory Designed and Managed by bali3000