Bali Overview Accommodation Dining Travel MICE Trading Art Galleries Fashion Textile Adventure Jewelry Advertise Others Contact
 
Play Group  
Kindergarten  
Elementry/Junior High School  
High School  
College  
University  
Courses & Degrees  
International School  
Folks Tale  
Story  
Others  
 
All About Bali  
Useful Info  
Company Info  
Site Map  
Advertise  
Contact  
Help  
Home  
Home > Education > FolksTale > Kera Yang Culas
 
Kera Yang Culas
 
 
Pagi itu udara amat dingin. Seekor kera yang bertengger di dahan pohon segera turun ke tanah. Ia ingin mencari sesuatu untuk menghangatkan tubuhnya.

Aku akan mencari temanku si Katak. Barangkali ia mempunyai sesuatu untuk menghangatkan tubuh.” gumam si Kera.

Setelah berjalan beberapa saat ia bertemu dengan temannya yaitu katak. Si Katak nampaknya juga merasa kedinginan dan kelaparan.

Halo selamat pagi katak....” sapa Kera.

Selamat pagi Kera temanku....

Kedua sahabat itu berbincang-bincang dengan asyiknya. Dan akhirnya keduanya mempunyai rencana untuk menanam pohon pisang.

Setelah bersepakat, mereka pergi ke sungai untuk mencari batang pisang. Ketika dilihatnya ada sebatang pohon pisang yang hanyut di sungai kera berkata, “Ah, kau saja yang berenang, Katak. Nanti kulitku gatal-gatal”.

Tanpa banyak bicara Katak dengan cepat berenang di sungai yang sedang banjir itu. Ia membawa batang pohon pisang itu ke tepi sungai dengan susah payah. Si Kera hanya enak-enak saja melihat Katak yang menepikan batang pohon pisang.

Setelah batang pisang dibawa ke darat, mereka pun memotongnya menjadi dua bagian. Kera mengambil bagian ujung dan katak diberi bagian pangkal pohon. Katak menurut saja atas pembagian ini. Pikir Kera, bagian ujung tentunya akan lebih cepat berbuah. Merekapun kemudian menanam pohon pisang masing-masing.

Katak menanam pohon itu di dekat rumahnya. Dia menggali lubang, lalu lubang itu diberi pupuk kandang sebagai tempat pohon pisang itu ditanam.

Sementara itu. kera menggantungkan ujung batang pisang itu di atas pohon saman.

Kalau pohon pisang ini berbuah, hanya aku sendiri yang bisa memetiknya”, katanya dalam hati.

Beberapa hari kemudian, batang pisang Katak mulai tumbuh daunnya.

Pada suatu pagi Kera mendatangi Katak.

Hai, Katak. sudah tumbuhkah pohon pisangmu?

Ya, baru berdaun satu”, jawab Katak.

Punyaku pun begitu”, kata Kera meskipun sebenarnya pohon pisangnya sudah layu di puncak pohon saman.

Beberapa hari kemudian Kera bertanya lagi. “Bagaimana pohon pisangmu Katak?

Baru berdaun dua”, jawab Katak.

Ah, punyaku juga begitu”, kata Kera, lagi-lagi ia berbohong kepada teman baiknya itu.

Kera terus memantau keadaan tanaman pisang Katak.

Bagaimana pisangmu, Katak?

Baru keluar bunganya”, jawab Katak.

Ah, punyaku juga begitu”, kata Kera berdusta. Sebenarnya, batang pisangnya sudah kering.

Suatu pagi dia datang lagi, lalu bertanya. “Bagaimana pohon pisangmu Katak?

Pohon pisangku sudah berbuah”, jawab Katak.

Punyaku juga begitu”, dusta Kera lagi.

Beberapa hari kemudian buah pisang Katak sudah masak. Bertandan lebat dan besar buah pisangnya. Ia ingin sekali merasakan buah pisangnya.

Namun ketika ia memanjat pohon pisang yang licin dan besar itu, selalu saja ia merosot jatuh. Dia mencoba berulang kali, tetapi tidak juga berhasil. Dan tiba-tiba datanglah Kera. “Hai, Katak. Rupanya pisangmu sudak masak, punyaku juga begitu, tetapi aku belum mau memetiknya. Aku masih menunggu tamu Agungku, si raja Paung, untuk merasakannya,” ujar Kera berdusta. Karena tak juga dapat memanjat pohon pisangnya, terpaksa Katak meminta tolong pada Kera. “Hai, Kera. Aku minta tolong padamu untuk memetik buah pisangku itu. Nanti kita bagi dua”.

Hm....baiklah. aku setuju!” sahut Kera dengan senang mendapat tawaran itu.

Dalam sekejap saja Kera sudah berada di atas pohon pisang itu. Dia duduk dengan santai. Matanya berkedip-kedip dan mulutnya tersenyum. Kemudian, mulailah dia memilih-milih buah yang paling besar. Nyam... nyam... nyam , dimakannya pisang-pisang itu.

Hai, Kera. Berilah aku sebuah,” pinta Katak.

Ah, sebentar. Aku masih mencoba rasanya”, jawab Kera sambil memetik pisang yang lain, dan nyam...nyam...nyam...!

Hai, Kera. Berikan bagianku”, pinta Katak lagi.

Ah, ........... tunggulah sebentar. Aku masih mencobanya!” jawab Kera.

Demikianlah perbuatan Kera, dia terus memakan buah pisang itu dengan lahap. Jika Katak memintanya, selalu dijawab dengan ucapan masih mencoba rasanya. Lama-kelamaan, jengkel juga hati Katak. Dia merasa ditipu temannya sendiri. Karena marah, katak bersembunyi di bawah tempurung kelapa. Ketika Kera melihat kebawah, Katak sudah tak berada di tempat itu. “Ah, kemana katak temanku tadi, jangan-jangan dia marah dan pergi” pikirnya.

Hai, Katak. Dimana kau?” teriaknya sambil turun dari pohon pisang. Namun sunyi tidak ada jawaban. “Hai, Katak. Dimana kau?” teriaknya lagi. Katak diam saja tak menjawab. Dia mencari Katak ke sana ke mari sambil berteriak-teriak. “Hai, Katak. Ini pisangmu?!” Kera terus mencari Katak sampai di semak-semak, tetapi tak dijumpainya. Dicarinya di pinggir sungai, mungkin Katak sedang mandi. Di sanapun tak ada.

Setelah lelah mencari Katak, duduklah Kera di atas tempurung kelapa. Lalu dia memanggil lagi. “Hai, saudaraku. Katak yang baik hati, ini pisangmu?” “Kuk!” jawab Katak dari bawah tempurung. Kera sangat terkejut karena jawaban itu datangnya dari arah bawah. “Hai, Katak yang baik. Ini pisangmu?” ia memanggil lagi. “Kuk!” jawab Katak lagi. Kera menoleh ke bawah lagi. Dia penasaran dan curiga pada alat kelaminnya. Dia mengira alat kelaminnya itu yang menjawab. “Hai, Katak. Di mana kamu?” teriak Kera lagi. “Kuk!” sahut Katak yang berada persis di bawah tempat duduk Kera. Kera menjadi geram. Ia menyangka alat kelaminnya memperolok dirinya. Dia berdiri dan mencari batu besar, lalu duduk kembali di atas tempurung kelapa itu. “Awas! Sekali lagi kau menjawab akan kuhantam dengan batu besar ini!” ancam Kera pada alat kelaminnya. “Hai, Katak. Di mana engkau, ini pisangmu mana sarungku?!”.”Kuk!” jawab Katak lagi. “Prak!” Kera menghantam alat kelaminnya sendiri dengan batu yang ada ditangannya. Maka seketika ia jatuh pingsan. Katak kemudian keluar dari bawah tempurung kelapa. Dia sedih dan kasihan melihat temannya luka parah dan jatuh pingsan akibat ulahnya sendiri. Sebenarnya ia tak menginginkan hal itu sampai terjadi.

Demikianlah cerita Kera dan Katak. Persahabatan yang dilandasi tipu daya dengan maksud memperoleh sesuatu tanpa usaha, akan berakibat fatal. Persahabatan harus dilandasi dengan hati jujur dan saling percaya, itu akan terbina kehidupan yang rukun dan damai.
 
Copyright © 2005, Bali Directory Designed and Managed by bali3000