Bali Overview Accommodation Dining Travel MICE Trading Art Galleries Fashion Textile Adventure Jewelry Advertise Others Contact
 
Play Group  
Kindergarten  
Elementry/Junior High School  
High School  
College  
University  
Courses & Degrees  
International School  
Folks Tale  
Story  
Others  
 
All About Bali  
Useful Info  
Company Info  
Site Map  
Advertise  
Contact  
Help  
Home  
Home > Education > FolksTale > Pembalasan Burung Puyuh
 
Pembalasan Burung Puyuh
 
 

Pak congkak adalah seorang pedagang yang tinggal di desa Hulu Sungai. Ia tidak dikaruniai anak dan telah ditinggal mati istrinya. Ia menyombongkan kekayaannya. Karena itu ia dibenci oleh sesama orang yang tinggal di desa kampung itu. Bahkan binatang disekitarnya juga memusuhinya. Menurut cerita pada zaman dahulu masih bisa berbicara. Mereka bercakap-cakap seperti manusia.

Pada setiap pertemuan mereka sering membicarakan kejahatan Pak Congkak.

Suatu hari puyuh sedang beristirahat karena letih. Dia bercakap-cakap dengan kayu kopi. 'Aku pernah dilempari batu oleh Pak Congkak ketika sedang mencari cacing dibelakang rumahnya. Alasannya, cacing-cacing itu sedang disuruh menggemburkan tanahnya,” kata puyuh mengiba.

Astaga! Aku juga mempunyai pengalaman yang sama denganmu. Perhatikan badanku ini bengkak-bengkak. Dan kulitku lecet-lecet ini akibat tali kambing Pak Kikir itu diikatkan di tubuhku”, kata kayu kopi kepada si puyuh.

Akhirnya mereka semakin tidak bisa menerima perlakuan Pak Congkak.

Sebaiknya kita membuat perhitungan dengannya! Kita cari teman untuk bekerja sama membinasahkan Pak Congkak”, kata puyuh.

Mereka segera mencari sahabat yang ada disekitar kawasan hutan itu.

Tidak berapa lama mereka menemukan kancil yang terkenal cerdik itu. Mereka hendak membuat siasat yang bagus sekali untuk melenyapkan Pak Congkak. Tapi kancil merasa tidak mampu membunuh sendiri. Ia hanya bisa menipu. Melihat ada tanggapan dari kancil, si puyuh semakin bersemangat sambil berkata, ”Nah kalau begitu kia cari satu teman lagi untuk membantu ! Bagaimana?"

Mereka berjalan bersama-sama. Akhirnya menemukan napal (seonggok tanah liat yang licin, biasanya terdapat di lereng-lereng bukit se kitar hutan lindung).

Langsung mereka mempersiapkan siasat yang jitu untuk melenyapkan Pak Congkak agar tidak sombong lagi.

Pada malam harinya Pak Congkak sedang tidur pulas. Sebagai pedagang ia selalu berdagang ke luar desa. Tidak bisa dibayangkan bagaimana lelahnya setelah pulang perjalanan dalam berdagang. Ia tertidur memimpikan kekayaannya yang sedikit demi sedikit pada suatu hari nanti di masa nanti bisa ia nikmati sendiri.

Sama sekali Pak Congkak tidak menyadari bahwa nanti akan terjadi bahaya apa yang bakal menimpa dirinya. Malam itu juga empat sekawan telah beraksi melaksanakan perhitungan kepadanya.

Mereka ada yang menyelinap masuk, ada juga yang tetap tinggal di luar rumah. Mereka mengerjakan sesuai rencana yang matang. Tugas kayu kopi mulai mengetuk pintu.

Ada maling”, katanya dalam hati.

Pak Congkaknsegera bangun dari tidurnya.

Ia khawatir kalau ada yang membawa dagangannya atau merusak rumahnya. Perlahan ia menuju pintu.

Tapi setelah di pintu depan ia melihat tidak ada apa-apa, ia hendak segera turun dari tangga menuju dapur mau mencari korek api.

Ketika kakinya menginjak tangga terdapat seonggok napal licin membuatnya tergelincir jatuh ke tanah.

Hal ini menimbulkan suara ribut, mengejutkan kancil yang tadi telah menunggu giliran untuk melaksanakan tugasnya. Mana mungkin Pak Congkak mengira kalau ada seonggok tanah liat di tangga!

Tapi kalau ada tanah liat itu berarti ada orang yang berniat jahat kepadanya.

Pasti ada maling pikirnya. Namun sakit yang dirasakannya tidak kepalang tanggung sekalipun tangga itu tidak begitu tinggi. Karena disekitar tangga itu ada batu-batuan yang menghantam dadanya.

Aduh.....”, Pak Congkak berteriak keras sekali.

Keadaan itu mengejutkan kancil yang dari tadi menunggu giliran untuk melampiaskan dendam kepada Pak Congkak.

Dalam keadaan gelap gulita itu mata kancil tetap bisa menembus dengan jelas. Segera ia menerjang mata kanam Pak Congkak.

Pak Congkak menjerit keras -keras.

Ia merinih kesakitan. Tetapi ia tidak putus asa untuk tetap berusaha merangkak-rangkak mendekati dapur.

Di dapur yang tidak jauh dari tempat itu telah menuggu si burung puyuh di atas tumgku perapian. Pak Congkak yang merayap menahan sakit tidak tahu kalau ada puyuh menunggu di depannya. Rasa sakit yang di matanya terasa semakin perih.

Ketika tangannya hendak menggapai korek api yang ada di dapur, sialnya, puyuh mengepak-gepakkan sayapnya sehingga abu dapur berterbangan memenuhi ruangan.

Mata kiri Pak Congkak yang kemasukan debu. Pak Congkak tidak bisa membuka mata lagi.

Ia hanya bisa berlari kesana kemari sambil berteriak mengaduh kesakitan.

Dalam gelap gulita begitu apa -apa yang ada didepannya menjadi berantakan. Ia menendang apa-apa yang didepannya karena tidak bisa melihat tangga yang akan ditujunya.

Dia ingin lekas menuju tangga dan menuju tempat tidur agar bisa segera aman dari mereka. Tetapi mata yang tidak bisa melihat itu benar-benar mengganggu sehingga dia hanya berputar-putar di halaman rumahnya saja. Pak Congkak semakin kebingungan. Tangannya tetap memegangi matanya yang semakin pedih dan berair sambil menahan sakitnya. Dan dia masih bisa merayapi tangga.

Pak Congkak berusaha terus menaiki tangga sekalipun badannya sudah terasa remuk karena jatuh tergelincir dari tangga tadi.

Satu anak tangga telah Pak Congkak raih ia merasa agak sedikit lega. Ia menahan nafas yang terengah-engah sehabis berlarian tadi.

Dua anak tangga sudah dia lewati. Ketika kakinya hendak menaiki tangga yang ketiga, tiba-tiba sebuah pukulan keras dan berat bersarang dikuduknya.

Pak Congkak tidak tahu kalua sejak tadi ada kayu kopi yang telah dengan sabar menunggu dirinya sekembali dari mengambil korek api.

Akibatnya, seluruh perasaannya hilang an ia rebah ke tanah. Ketika ia rebah ketanah sudah tidak bernyawa lagi.

Kayu kopi memanggi teman-temannya untuk di ajak berunding mengenai jalan penyelesaian sepeninggalan Pak Congkak.

Tentu perlu pemikiran yang panjang karena Pak Congkak tidak memiliki keturunan atau ahli waris harta peninggalannya.

Mereka terus merunding mencari mufakat dan penyelesaian yang terbaik sampai menunggu padi tiba. Keesokan harinya mereka menemui warga kampung desa Hulu Sungai. Mereka menundang masyarakat dan sepakat akan berkumpul di rumah Pak Congkak untuk berunding.

Satu persatu warga kampung desa Hulu Sungai mulai berdatangan. Mereka juga ingin melihat kejadian yang sangat mengerikan itu. Mereka ingin menjadikannya sebagai pelajaran hidup yang baik untuk anak cucunya.

Setelah mereka berkumpul maka hasil mufakatnya adalah menguburkan Pak Congkak sebagaimana mestinya,. Mengenai harta peninggalan Pak Congkak yang ada, nanti akan dibagikan kepada mereka yang telah berjasa kepada kampung, antara lain untuk membantu para warga yang tidak mampu dalam kehidupan sehari-hari. Kampung Hulu Sungai pun menjadi damai sejahtera.

 
Copyright © 2005, Bali Directory Designed and Managed by bali3000