Bali Overview Accommodation Dining Travel MICE Trading Art Galleries Fashion Textile Adventure Jewelry Advertise Others Contact
 
Play Group  
Kindergarten  
Elementry/Junior High School  
High School  
College  
University  
Courses & Degrees  
International School  
Folks Tale  
Story  
Others  
 
All About Bali  
Useful Info  
Company Info  
Site Map  
Advertise  
Contact  
Help  
Home  
Home > Education > FolksTale > Wali Pengembara - Jawa Timur
 
Wali Pengembara - Jawa Timur
 
Di awal abad 14 M. Kerajaan Blambangan diperintah oleh Raja Menak Sembuyu, salah seorang keturunan Prabu Hayam Wuruk dari kerajaan Majapahit. Raja dan rakyatnya memeluk agama Hindu dan sebagian yang memeluk agama Budha.

Pada suatu hari Prabu Menak Sembuyu gelisah, demikian pula permaisurinya, pasalnya putri mereka satu-satunya telah jatuh sakit selama beberapa bulan. Sudah diusahakan mendatangkan tabib dan dukun untuk mengobati tapi sang putri belum sembuh juga.

Memang pada waktu itu kerajaan Blambangan sedang dilanda wabah penyakit. Banyak sudah korban berjatuhan. Menurut gambaran babad Tanah Jawa esok sakit sorenya mati. Seluruh penduduk sangat prihatin, berduka-cita, dan hampir semua kegiatan sehari-hari menjadi macet total.

Atas saran permaisuri Prabu Menak Sembuyu kemudian mengadakan sayembara, siapa yang dapat menyembuhkan putrinya akan diambil menantu dan siapa yang dapat mengusir wabah penyakit di Blambangan akan diangkat sebagai Bupati atau Raja Muda, semiggu bahkan berbulan-bulan kemudian tak ada seorangpun yang menyatakan kesanggupannya untuk mengikuti sayembara itu.

Permaisuri makin sedih hatinya. Prabu Menak Sembuyu berusaha menghibur istrinya dengan menugaskan Patih Bajul segera unutk mencari pertapa sakti guna mengobati penyakit putrinya.

Diiringi beberapa prajurit pilihan, Patih Bajul Sengara berangkat melaksanakan tugasnya. Para pertapa biasanya tinggal di puncak atau lereng-lereng gunung, maka kesanalah Patih Bajul Sengara mengajak pengikutnya mencari orang-orang sakti.

Patih Bajul Sengara akhirnya bertemu dengan Resi Kandabaya yang mengetahui adanya seorang tokoh sakti dari negeri seberang. Orang yang yang dimaksud adalah Syekh Maulana Ishak bersedia datang ke istana Blambangan. Ia memang piawai dibidang ilmu ketabiban, putri Dewi Sekardadu sembuh setelah diobati. Wabah juga lenyap dari wilyah Blambangan. Sesuai janji Raja maka Syeh Maulana Ishak dikawinkan dengan Dewi Sekardadu. Diberi kedudukan sebagai Adipati untuk menguasai sebagian wilayah Blambangan.

Tujuh bulan sudah Syekh Maulana Ishak menjadi adipati baru di Blambangan. Makin hari semakin bertambah banyak saja penduduk Blambangan yang masuk agama Islam. Sementara Patih Bajul Sengara tak henti-hentinya mempengaruhi sang Prabu dengan hasutan-hasutan jahatnya. Hati Prabu Menak Sembuyu jadi panas mengetahu hal ini.

Patih Bajul Sengara sendiri tanpa sepengetahuan sang Prabu sudah mengadakan teror pada pengikut Syekh Maulana Ishak. Tidak sedikit penduduk Kadipaten yang dipimpin Syekh Maulana Ishak di culik, disiksa dan dipaksa kembali kepada agama lama. Walaupun kegiatan itu dilakukan secara rahasia dan sembuyi-sembunyi pada akhirnya Syekh Maulana Ishak mengetahui juga.

Pada saat itu Dewi Sekardadu sedang hamil tujuh bulan. Syekh Maulana Ishak sadar, bila hal itu diteruskan akan terjadi pertumpahan darah yang seharusnya tidak perlu. Kasihan rakyat jelata yang harus menanggung akibatnya. Maka dia segera berpamitan kepada istrinya untuk pergi meninggalkan Blambangan.

Demikianlah, pada tengah malam, dengan hati berat karena harus meninggalkan istri tercinta yang hamil tujuh bulan, Syekh Maulana Ishak berangkat meninggalkan Blambangan seorang diri. Esok harinya sepasukan besar prajurit Blambangan yang dipimpin Patih Bajul Sengara menerobos masuk wilayah Kadipaten yang sudah ditinggalkan Syekh Maulana Ishak. Tentu saja Patih merasa sangat malu, walau seluruh isi istana di obrak-abrik dia tidak menemukan Syekh Maulana Ishak yang sangat dibencinya.

Dua bulan kemudian dari rahim Dewi Sekardadu lahir bayi laki-laki yang elok rupawan. Sesungguhnya Prabu Menak Sembuyu dan permaisuri merasa senang dan bahagia melihat kehadiran cucunya yang montok dan rupawan itu. Bayi itu lain dari pada yang lain, wajahnya mengeluarkan cahaya terang.

Lain halnya dengan Patih Bajul Sengara. Dibiarkannya bayi itu mendapat limpahan kasih sayang keluarga istana selama empat puluh hari. Sesudah itu dia menghasut Prabu Menak Sembuyu. Kebetulan pada saat itu wabah penyakit berjangkit lagi di Blambangan. Maka Patih Bajul Sengara bikin ulah lagi.

Bayi itu ! Benar gusti Prabu! Cepat atau lambat bayi itu akan menjadi bencana di kemudian hari. Wabah penyakit inipun menurut dukun-dukun terkenal di Blambangan ini disebabkan adanya hawa panas yang memancar dari jiwa bayi itu!” kilah Patih Bajul Sengara dengan alasan yang dibuat-buat.

Sang Prabu tidak cepat mengambil keputusan, dikarenakan dalam hatinya dia terlanjur menyukai kehadiran cucunya itu, namun sang Patih tiada bosan-bosannya menteror dengan hasutan dan tuduhan keji sehingga sang Prabu terpengaruh juga.

Walau demikian tidak tega juga dia memerintahkan pembunuhan atas cucunya itu secara langsung. Bayi yang masih berusia empat puluh hari dimasukan kedalam peti dan diperintahkan untuk dibuang ke samodra.
 
Copyright © 2005, Bali Directory Designed and Managed by bali3000